Akhir-akhir ini di Bursa Efek Indonesia sering terdengar istilah stock split dan reverse stock split seperti yang dilakukan oleh UNSP baru-baru ini. Sebenarnya apa kegunaan dari stock split ini dan mengapa perusahaan emiten memilih melakukan stock split atau malah kebalikannya yaitu reverse stock split?. Btw, artikel ini saya ambil intinya dari investopedia.com, but everything there in English so ada baiknya saya mencoba mengubahnya menjadi bahasa dalam konteks yang lebih disederhanakan agar banyak orang yang dapat mempelajari ilmunya dengan lebih mudah.
Anggap misalnya anda memiliki uang
sebesar Rp 100.000,00 sebanyak 1 lembar dan ada seseorang yang menawarkan untuk
menukar uang tersebut menjadi 2 lembar pecahan Rp 50.000,00. Apakah anda akan
menyetujui tawaran tersebut??. Tentu saja jika uang yang ditukarkan tersebut
asli, bersih dan ga lecek besar kemungkinan anda fine-fine saja dengan tawaran
tersebut toh nilainya sama saja bukan?. Sama-sama 100.000 rupiah namun dalam
bentuk yang berbeda saja, ada 1 lembar dan ada yang 2 lembar (pecahan 50.000
rupiah). Analogi yang sederhana seperti ini lah yang dpat dikatakan sebagai stock split dalam dunia saham.
Stock split merupakan tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan emiten menambah jumlah lembar saham yang ada dengan
cara membaginya menggunakan proporsi yang diatur oleh perusahaan tersebut,
misalnya 2 :1, 4 : 1 dan sebagainya. Kapitalisasi pasar dari perusahaan itu
sendiri masih tetap atau sama, sama dengan analogi cerita uang pecahan Rp
100.000,00 tadi. Misalnya apabila saham tersebut dibagi menjadi 2 : 1 , artinya
tiap pemegang saham menerima tambahan lembar saham untuk tiap lembar saham yang
sudah ia pegang, namun harga saham masing-masing lembar saham tersebut dibagi
menjadi dua sehingga 2 lembar saham baru akan sama dengan 1 lembar saham lama
sebelum dilakukan stock split. Baca juga artikel : Rights Issue dan Dampaknya terhadap harga saham
Terdapat alasan mengapa suatu
perusahaan melakukan stock split antara lain :
Alasan pertama adalah psikologi. Ketika
harga suatu saham makin meningkat, beberapa investor merasa harganya terlalu
mahal untuk mereka beli, atau bagi investor ritel kecil akan merasa tidak mampu
membelinya. Contoh harga saham UNVR yang berada dikisaran 40an ribu per lembar
saham atau perlu modal minimal 4 Juta Rupiah untuk membeli 1 lot saham UNVR.
Memecah saham akan membuat harga saham tersebut ke level yang “lebih mudah
untuk dijangkau investor ritel”. Efek ini murni hanyalah unsur psikologis saja.
Nilai sahamnya sendiri tidak ada perubahan, namun dengan harga saham yang lebih
berada dibawah misalnya akan membuat lebih banyak investor yang mencoba
mengkoleksinya terutama investor ritel dengan dana yang tidak sebanyak
institusi. Namun unsur yang paling ditekankan adalah unsur likuiditasnya.
Reverse Stock Split
Reverse stock split sendiri merupakan
kebalikan dari stock split. Anggap misalnya anda memiliki uang Rp 50.000,00
sebanyak 2 lembar, maka ketika di reverse stock split uang tersebut akan
menjadi uang pecahan Rp 100.000,00 sebanyak 1 lembar, simpel bukan. Reverse
stock split ini lebih ke arah skeptikal, saat harga saham sangat rendah
sehingga “terlihat” seperti penny stock (“murahan”), perusahaan kadang
melakukan reverse split. Secara historical tidak ada hasil yang mengagumkan
bagi emiten yang melakukan reverse stock split. Namun tetap saja dari sisi valuasi keduanya
baik stock split maupun reverse stock split tidak mengubah kapitalisasi pasar
perusahaan tersebut. Baca juga artikel tentang : Enterprise Value
Contoh Kasus
Perusahaan
Terdapat banyak emiten di Bursa Efek
Indonesia yang sudah pernah melakukan stock split dan reverse stock split yang
contohnya dapat kita perhatikan dibawah ini :
Emiten BATA pernah melakukan stock
split pada tanggal 4 September 2013 dengan rasio 1 : 100, alasan melakukan
stock split adalah menambah jumlah kepemilikan sahamnya oleh public sesuai
dengan aturan bursa yang terbaru mengenai free floating minimal 7,5% . Dari
grafik dapat dilihat ternyata harga saham ini meroket tajam menjelang
pengumuman stock split yang menurut pendapat saya sendiri murni faktor “digoreng”
bukan karena valuasinya yang membaik CMIIW. Baca juga artikel : Analisis Fundamental Saham
Jika diperhatikan lebih jelas pada
grafik dan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dengan melakukan stock
split maka likuiditas saham akan meningkat hal ini benar terbukti di saham BATA
dimana periode sebelum stock split volume perdagangan emiten ini terbilang
sangat jarang sehingga grafiknya putus-putus namun setelah terjadi stock split
volume perdagangannya jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Terlepas dari
kenaikan yang fantastis sebelum terjadi stock split yang sekali lagi menurut
pendapat saya murni faktor x. Saham ini menjadi salah satu saham yang bisa
dibilang memberikan pembelajaran yang berharga buat saya ketika mulai mencoba
berinvestasi di saham, greedy it does make u have nothing.
Contoh yang terbaru emiten yang
melakukan stock split adalah PPRO pada tanggal 16 Februari 2016 dengan rasio 1
: 4, dilihat dari grafik tidak terjadi perubahan yang signifikan di saham ini
selain karena saham PPRO yang memang sudah meroket sejak pertengahan 2016 dan
jika dilihat dari sisi valuasi memang sudah tergolong mahal.
Contoh kasus emiten yang melakukan
reverse stock split adalah grup Bakrie dengan UNSPnya pada tanggal 15 Maret
2017 dengan rasio 10 : 1, hasilnya harga saham ini menurun makin drastis dibandingkan
periode sebelum RSS. Selain UNSP Grup Bakrie juga melakukan reverse stock split
pada saham ENRG.
Penyebutan nama emiten di artikel ini
sendiri hanya digunakan sebagai contoh bukan untuk mengajak ataupun
merekomendasikan pembelian atau penjualan pada saham tersebut. Contoh dalam artikel ini sendiri hanya sedikit dibandingkan banyaknya emiten yang sudah pernah melakukan stock split dan reverse stock split di Indonesia sehingga belum menggeneralisasikan secara keseluruhan. Untuk diskusi lebih lanjut silakan beri komentar kamu di kolom yang sudah disediakan :D
Baca juga artikel terkait lainnya :
Komentar
Posting Komentar